Sukabumi-banyakberita.com -Sejumlah orang tua siswa SMKN 1 Gunung Guruh mengungkapkan kekecewaannya terhadap kebijakan sekolah yang mengharuskan pembayaran uang bangunan sebesar Rp 3 juta. Kebijakan ini dianggap memberatkan sebagian orang tua siswa, terutama bagi mereka yang tidak mampu melunasi uang tersebut, hingga berujung pada dugaan penahanan ijazah.
Salah seorang orang tua yang anaknya baru lulus dari SMKN 1 Gunung Guruh, tahun 2024 menyatakan bahwa dirinya tidak mampu melunasi uang bangunan yang ditetapkan oleh sekolah. "Jumlahnya terlalu besar, kami tidak punya kemampuan membayar sebanyak itu," ungkapnya kepada BanyakBerita.com.rabu 23/10/2024
Lebih lanjut, orang tua siswa lainnya juga menyuarakan keluhan serupa. Mereka merasa anak-anak mereka mendapatkan perlakuan diskriminatif selama bersekolah karena tidak dapat melunasi uang bangunan tersebut. "Ketika anak saya tidak bisa mencicil, dia tidak diizinkan ikut ujian semester karena tidak diberikan kartu ujian," ujarnya.
Protes terkait kebijakan pungutan ini juga menguat setelah adanya demonstrasi yang dilakukan oleh para siswa pada Selasa (22/10/2024). Orang tua siswa mengaku tidak mengetahui kalau anak anaknya akan melakukan demonstrasi seandainya Saja para siswa lebih dulu berkomunikasi dengan mereka, kemungkinan orang tua juga akan ikut menyuarakan aspirasi yang sama. "Kami merasa terbebani dengan pungutan ini, sudah lama kami merasakannya," tambah orang tua tersebut.
Di tempat terpisah, Ernas, Humas SMKN 1 Gunung Guruh, saat dikonfirmasi pada Kamis (24/10/2024), membenarkan bahwa sekolah tersebut memang telah menerapkan kebijakan uang bangunan selama lebih dari 10 tahun. Namun, ia menambahkan bahwa hanya sekitar 40% dari 1.500 siswa yang mampu melunasi pungutan tersebut.
"Kami telah menempuh mekanisme yang sesuai dengan aturan yang ada termasuk sudah di tandatangani kepala sekolah dan Kantor Cabang Dinas Pendidikan. Sejauh ini, tidak ada masalah dengan kebijakan tersebut," jelas Ernas.
Ketika ditanya mengenai tuduhan penahanan ijazah bagi siswa yang belum melunasi pungutan, ia membantah. "Penahanan ijazah itu tidak benar," tegasnya.
Merujuk pada Peraturan Gubernur Jawa Barat No. 44 Tahun 2022, besaran sumbangan dari orang tua atau wali peserta didik wajib disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi masing-masing keluarga. Artinya, sekolah tidak diperbolehkan menetapkan besaran yang sama bagi semua siswa, apalagi jika berujung pada dampak negatif seperti penahanan ijazah.
Menanggapi hal tersebut, Sekjen LSM Annahl, dalam wawancara terpisah, menyatakan bahwa pungutan yang dilakukan SMKN 1 Gunung Guruh adalah bentuk pungutan liar (pungli). "Sumbangan itu sifatnya sukarela, tidak boleh mengikat atau dipukul rata, apalagi menyebabkan penahanan ijazah. Ini jelas pungli dan harus ditindak tegas oleh aparat penegak hukum," tegasnya.
Isu ini telah mencuat di kalangan masyarakat, memicu perdebatan tentang keadilan dalam penerapan kebijakan sumbangan pendidikan. Masyarakat berharap agar pihak berwenang dapat segera menangani permasalahan ini demi kepentingan pendidikan yang lebih adil dan inklusif.
Indra/dani
0 Komentar
Berkomentar dengan bijak, demi menghargai pembuat konten diatas!